PRIOIRITAS, 27/6/25 (Jakarta): Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan pemilu nasional dan daerah tak lagi digelar secara serentak mulai 2029. Keputusan ini dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024, Kamis (26/6/2025).
Putusan itu menyatakan, pemungutan suara pemilu nasional untuk memilih DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden akan dipisah dari pemilu daerah yang mencakup DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah.
MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat. Aturan itu tidak lagi mengikat jika tidak dimaknai sesuai putusan MK.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” tegas Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan putusan.
Melansir laman MKRI, Jumat (27/6/25), Saldi juga menyoroti beban pemilih saat menghadapi lima surat suara sekaligus. Situasi itu dianggap membuat proses pemilu tidak efektif.
“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” kata Saldi Isra.
Kerja penyelenggara menumpuk
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyebut model pemilu serentak mengakibatkan kerja penyelenggara menumpuk dan tidak efisien. Selain itu, partai politik juga kesulitan mempersiapkan kader secara optimal.
“Akibatnya, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilihan umum membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional, sehingga pemilihan umum jauh dari proses yang ideal dan demokratis,” ujarnya.
Dalam amar putusan, MK menyatakan pemungutan suara dilakukan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden. Setelahnya, dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan, diselenggarakan pemilu daerah secara serentak.
Penentuan masa transisi pelantikan kepala daerah dan DPRD diserahkan kepada pembentuk undang-undang. MK menyarankan rekayasa konstitusional agar masa jabatan tetap sinkron dan sah secara hukum.
Putusan ini menjadi tonggak baru reformasi pemilu Indonesia dan mengakhiri sistem lima kotak yang berlaku pada Pemilu 2019 dan 2024. (P-Khalied Malvino)