PRIORITAS, 20/5/25 (Jakarta): Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mencatatkan surplus sebesar Rp4,3 triliun pada April 2025, setelah sebelumnya mengalami defisit selama tiga bulan berturut-turut. Ini sebagai dampak dari mulai pulihnya kinerja penerimaan negara.
Disebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di tengah tantangan ekonomi global, APBN 2025 terus dijaga agar tetap responsif dan efektif.
Dikatakan, peran APBN sebagai peredam tekanan (shock absorber) sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, melindungi dunia usaha, dan menopang daya beli masyarakat.
Tunjukkan kinerja positif
Sebagaimana data yang ada, realisasi APBN hingga April 2025 menunjukkan kinerja positif, dengan surplus anggaran Rp 4,3 triliun atau 0,02 pesen terhadap produk domestik bruto (PDB), keseimbangan primer positif Rp 173,9 triliun, serta posisi kas surplus sebesar Rp 283,6 triliun,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna di gedung DPR, Selasa (20/5/25).
Adapun realisasi pendapatan negara tercatat mencapai Rp 810,5 triliun atau 27 persen dari target APBN 2025. Angka ini menunjukkan tren penguatan penerimaan negara yang mencerminkan aktivitas ekonomi tetap terjaga di tengah ketidakpastian global. Sementara itu, belanja negara terealisasi sebesar Rp 806,2 triliun atau 22,3 persen dari target.
“Hal ini menunjukkan bahwa dalam masa transisi, APBN 2025 tetap berfungsi optimal, terutama dalam pelaksanaan program-program prioritas yang berdampak langsung bagi masyarakat,” jelasnya.
Tingkat inflasi
Tak hanya itu, stabilitas ekonomi domestik juga dipengaruhi oleh keberhasilan pemerintah dalam menjaga tingkat inflasi. Indonesia termasuk salah satu negara dengan inflasi terendah dan paling stabil, bahkan saat terjadi lonjakan harga pangan di akhir 2023 hingga awal 2024.
Sebagaimana data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi pada April 2025 berada di angka 1,95 persen (year on year), dengan inflasi inti mencapai 2,5 persen. Ini mencerminkan daya beli masyarakat yang masih kuat dalam menopang pertumbuhan ekonomi.
Sementara inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) tercatat 0,64 persen, sedangkan inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) sebesar 1,25 persen. Capaian ini merupakan hasil dari koordinasi kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi.
“Ke depan, inflasi diproyeksikan tetap terjaga dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2026. Ini merupakan rentang yang ideal untuk mendukung konsumsi dan produksi,” kuncinya. (P-*r/Armin M)