28.8 C
Jakarta
Friday, June 20, 2025

    Hardiknas dan nasib anak-anak putus sekolah Sulut: Tolong jangan lupakan mereka!!!

    Terkait

    PRIORITAS, 3/5/25 (Manado: Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Namun, tanggal 2 Mei bukan sekedar tanggal di kalender, tapi sebuah refleksi tentang pendidikan memegang peranan sangat vital dalam kemajuan suatu bangsa.

    Dalam momen ini merupakan saatnya bagaimana kita mempersiapkan generasi yang cerdas, berkarakter dan siap menghadapi tantangan global. Di Hardiknas kita juga diingatkan untuk tidak melupakan anak-anak yang putus sekolah karena berbagai faktor.

    Di Sulawesi Utara (Sulut), masih banyak anak putus sekolah. Di daerah ini masih banyak anak putus sekolah, meskipun angkanya masih di bawah provinsi lain.

    Menjelang Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2025, wartawan Beritaprioritas.com melakukan investigasi selama tiga hari di beberapa kabupaten kota yang ada di Sulut. Yaitu, di Minahasa, Kota Tomohon, Minahasa Utara (Minut), Minahasa Selatan (Minsel) dan Minahasa Tenggara (Mitra).

    Dua kakak beradik putus sekolah

    Ketika berkunjung di Minahasa Tenggara, didapatkan ada dua orang kakak beradik yang sudah tidak melanjutkan studinya karena alasan ekonomi. Di Desa Rasi, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) itu, si kakak (GI) 23 tahun yang duduk di semester empat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unima sejak tahun lalu tidak lagi melanjutkan studinya. Sedang adiknya (GV) tahun lalu berhenti, padahal sudah kelas dua SMK (listrik) di Ratahan.

    Ketika diwawancara, dengan ada rasa malu serta mata berkaca-kaca mengungkapkan mereka berdua tidak melanjutkan studi karena faktor biaya. Didampingi opanya, kata GI dan GV, ayahnya sudah lama meninggal. Sedang ibunya bekerja sebagai pelayan di toko yang ada di Ratahan.

    Dengan suara terbata-bata dan mata berkaca-kaca, dua anak itu menyatakan keinginan dan niat untuk sekolah sangat besar. Tapi apa mau dikata, ibunya tidak sanggup untuk membiayainya. Sedangkan opanya sudah berumur 80-an. Dan dari enam kakak beradik tiga sudah kawin.

    Mengharapkan uluran tangan pemerintah daerah

    GI lalu menuturkan, setelah putus kuliah, ia membantu ekonomi keluarganya sebagai pelayan di salah satu rumah makan yang ada di Rasi. Sedang adiknya sekali-kali mendapat panggilan untuk memasang instalasi di rumah penduduk. “Tapi kalau malam hari saya nongkrong dengan teman-teman. Kadang kala meneguk minuman keras (miras),” katanya polos seraya menambahkan, “mudah-mudahan torang (kami) boleh sekolah lagi”.

    Di sela-sela percakapan, opa dari dua anak itu mengharapkan pemerintah daerah dapat membantu dua cucunya untuk melanjutkan studinya. “Kalau lihat anak- anak di kampung pergi ke sekolah saya menangis. Ingat dua cucu saya di rumah,” ungkap Opa Goni dengan nada haru.

    Inventarisasi anak putus sekolah

    Sementara itu, Phil Sulu wartawan senior mengungkapkan, ia bersama rekan-rekannya telah membentuk tim untuk menginventarisasi anak putus sekolah di Sulut. Bahkan tim ini telah melobi dan berkomunikasi dengan beberapa putra-putri Sulut baik yang ada di luar daerah maupun di daerah untuk mencari jalan keluar agar anak putus sekolah bisa bersekolah lagi.

    “Tim ini terdiri dari Philep Pantouw, Elisa Regar, Ferry Rende, Adi Palit,” ungkap Phil.

    Disebut Phil Sulu, masalah anak putus sekolah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi seluruh elemen masyarakat. (P-Ferry Bmr/Adi P)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini