PRIORITAS, 23/2/25 (Jambi): Pusat Informasi Konservasi Gajah (PIKG) Tebo yang terletak di Provinsi Jambi merupakan salah satu destinasi wisata edukasi yang menarik bagi para pecinta satwa, khususnya gajah. Tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat pelestarian gajah Sumatra yang terancam punah, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk berinteraksi langsung dengan hewan-hewan luar biasa ini.
Mengunjungi PIKG Tebo adalah pengalaman yang tak terlupakan. Pengunjung dapat menikmati berbagai aktivitas seru, seperti memberi makan gajah, menyaksikan proses perawatan gajah, hingga berkesempatan untuk berkeliling kawasan konservasi dengan didampingi pawang berpengalaman.
Kegiatan ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan gajah dan upaya konservasi yang dilakukan untuk melindungi mereka dari ancaman perburuan liar dan kehilangan habitat.
PIKG Tebo juga menawarkan program edukasi yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan gajah. Para pengunjung dapat belajar tentang perilaku gajah, ekologi, dan berbagai tantangan yang dihadapi dalam upaya konservasi. Melalui program ini, diharapkan lebih banyak orang akan memahami pentingnya menjaga kelestarian satwa liar dan habitatnya.
Saat ini PIKG Tebo Jambi, memelihara lima gajah yang sudah jinak untuk sebagai wahana edukasi dan mencegah konflik satwa-manusia. “Itu bagian dari BKSDA, lokasi nya di Tebo,” kata Pelaksana tugas (Plt) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Teguh Sriyanto di Jambi, Minggu (23/2/25).
PIKG yang berada di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bentang Alam Bukit Tiga Puluh memiliki lima gajah jinak yang didatangkan dari Lampung dan Sumatera Selatan.
Ia menerangkan, kantong populasi gajah yang terbesar ada di Bukit Tiga Puluh Tebo. Menurut perhitungan, ada sebanyak 129 gajah. Kawasan Bukit Tiga Puluh membentang dari Kabupaten Tebo sampai Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Kantong populasi gajah, kata dia, juga ada di Hutan Harahap, Kabupaten Batanghari. Ada tujuh populasi gajah yang tercatat di hutan yang membentang di dua provinsi (Jambi dan Sumsel) itu.
Kantong ketiga, kata dia, ada di daerah Bungo. Hanya saja jumlah populasi belum bisa terdeteksi karena berada di dalam Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) berada di empar provinsi (Jambi, Sumbar, Sumsel, dan Bengkulu).
Menurut Teguh, selama ini banyak pemahaman salah dari masyarakat yang sering membuat pernyataan gajah masuk ke pemukiman warga. “Bukan gajah masuk kebun, tapi habitatnya yang sudah menjadi kebun,” katanya dikutip Antara.
Salah seorang warga Jambi, Dian Kaprawi saat berada di KEE, Desa Muaro Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Minggu, mengatakan untuk menemukan kelompok gajah liar di tempat ini tidak sulit, gajah di sini seperti sudah menyatu dengan masyarakat. “Sudah seminggu di sini, setiap hari selalu berjumpa gajah liar,” katanya.
Ia menyebut ada lima gajah jinak yang dikendalikan oleh mahout (pawang gajah), tugas mereka menghalau gajah liar yang masuk ke pemukiman dan perkebunan masyarakat. “Di dalam sini (Muaro Sekalo), ada gajah khusus yang dikendalikan pawang untuk mengusir gajah liar yang mendekati perkampungan,” kata Dian. (P/bwl)