PRIORITAS, 23/2/25 (Jenewa): Republik Demokratik Kongo (RDK) telah lama menghadapi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk akibat konflik bersenjata yang berkepanjangan. Kekerasan yang melibatkan kelompok bersenjata, milisi lokal, dan pasukan pemerintah terus menyebabkan penderitaan bagi jutaan warga sipil.
Krisis ini tidak hanya menciptakan instabilitas politik dan sosial, tetapi juga memperburuk kondisi ekonomi dan kemanusiaan di negara tersebut. PBB dalam hal ini UNHCR berupaya memberi perhatian serius terhadap krisis kemanusiaan ini.
Badan Pengungsi PBB ini, untuk membantu penanganan krisis ini, pada Jumat (21/2/20) telah mengajukan permohonan darurat sebesar 40,4 juta dolar AS untuk menangani krisis kemanusiaan dimaksud, yang semakin memburuk akibat kekerasan berkepanjangan.
Diketahui, seiring dengan meningkatnya pertempuran di wilayah Timur Kongo, Burundi mengalami lonjakan besar jumlah pengungsi, dengan lebih dari 9.000 orang tiba hanya dalam waktu satu hari guna menghindari kondisi yang semakin memburuk di seberang perbatasan, ujar Brigitte Mukanga-Eno, perwakilan UNHCR di Burundi, dalam konferensi pers PBB di Jenewa.
“Sejak awal Februari, lebih dari 40.000 warga Kongo –sebagian besar perempuan dan anak-anak– tiba di Burundi untuk mencari perlindungan internasional,” kata Mukanga-Eno.
Dia menambahkan bahwa banyak dari mereka menempuh perjalanan berisiko tinggi demi mencapai tempat yang aman, termasuk menggunakan perahu seadanya untuk menyeberangi Sungai Rusizi.
Para pengungsi yang tiba di Burundi umumnya berasal dari daerah-daerah yang sebelumnya sudah hancur akibat konflik, termasuk Goma, dan banyak di antaranya telah berulang kali menjadi pengungsi di dalam negeri sebelum akhirnya terpaksa melarikan diri kembali akibat pertempuran terbaru.
“Mereka yang datang kebanyakan adalah warga Kongo yang sebelumnya sudah mengungsi di dalam negeri akibat konflik sebelumnya, namun kini kembali dipaksa berpindah akibat bentrokan baru,” ujarnya.
Mukanga-Eno juga mengungkapkan, tim UNHCR di lapangan menemukan peningkatan mengkhawatirkan dalam jumlah anak-anak tanpa pendamping di antara para pengungsi yang baru tiba. Banyak dari mereka terpisah dari keluarga selama perjalanan yang penuh bahaya.
UNHCR menyambut baik keputusan pemerintah Burundi yang memberikan status pengungsi secara langsung (prima facie) kepada mereka yang melarikan diri dari konflik, sehingga memungkinkan mereka segera mendapatkan perlindungan dan bantuan kemanusiaan.
Namun, masih banyak kebutuhan mendesak, termasuk tempat tinggal, makanan, sanitasi, serta layanan medis.
“Kami sangat membutuhkan tempat penampungan, makanan, dan fasilitas sanitasi seperti toilet, serta relokasi bagi para pengungsi baru ke lokasi lain guna mengatasi kepadatan berlebih,” ujar Mukanga-Eno.
Ia juga menyoroti laporan adanya kasus campak di tengah kondisi tempat penampungan yang terlalu padat.
Sebagai tanggapan atas krisis ini, UNHCR bersama organisasi lokal telah mendistribusikan pasokan kebutuhan pokok dan makanan bagi para pengungsi yang baru tiba.
Selain itu, sedang dilakukan persiapan untuk merelokasi mereka ke kamp pengungsi Musenyi, yang dapat menampung hingga 10.000 orang. Pemerintah Burundi juga berupaya membuka lokasi tambahan guna mengurangi kepadatan.
Permohonan dana UNHCR itu juga mencakup bantuan bagi negara-negara tetangga lainnya, seperti Uganda, Rwanda, Tanzania, dan Zambia, mengingat kemungkinan lonjakan jumlah pengungsi, pencari suaka, serta warga yang kembali ke negara mereka, yang diperkirakan mencapai 258.000 orang.
Meskipun perpindahan ke negara-negara tetangga lainnya masih relatif lebih kecil, dengan sekitar 15.000 pengungsi baru tercatat pada Januari, situasi tetap genting. “Tanpa suntikan dana yang mendesak, kita berisiko menghadapi kemerosotan lebih lanjut seiring dengan memburuknya krisis ini,” ujar Mukanga-Eno dikutip Antara. (P-bwl)