PRIORITAS, 17/12/24 (Jakarta): Kalau tidak ada aral melintang, lepas tengah malam nanti atau Rabu (18/12/24) pukul 00.15 WIB, pemerintah Indonesia akan memulangkan terpidana mati kasus narkoba, Mary Jane Veloso, ke negara asalnya, Filipina. “Naik pesawat Cebu Airlines,” kata Deputi Koordinator Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Hukham Impas), I Nyoman Gede Surya Mataram, Senin kemarin di kantornya.
Dalam pantauan lewat siaran langsung sejumlah stasiun televisi pada Selasa malam, pemerintah Indonesia dan Filipina secara resmi telah menandatangani surat serah-terima terpidana Mary Jane Veloso di Bandara Soekarno Hatta. Mary Jane menyampaikan rasa sukacitanya atas pemulangan dirinya ke negaranya Filipina. Ia berterimakasih kepada semua pihak yang membantunya sehingga bisa mewujudkan mimpinya untuk terbebas dari hukuman mati di Indonesia dan kembali ke negaranya.
Terpidana mati kasus penyelundupan 2,6 kilogram heroin yang ditangkap di Bandara Adisutjipto Yogyakarta pada April 2010 itu, Rabu dinihari nanti akan diterbangkan melalui Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Sebelum dipulangkan ke Filipina, Mary Jane dipindahkan ke Lapas Perempuan Kelas II A, Pondok Bambu, Jakarta dari Lapas Perempuan kelas II B, Yogyakarta. Sejak Senin pagi (16/12), Mary telah berada di Lapas Perempuan Pondok Bambu, Jakarta.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah memulangkan lima terpidana kasus “Bali Nine” ke Australia pada Minggu (15/12) melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Mereka adalah Scott Anthony Rush, Mathew James Norman, Si Yi Chen, Michael William Czugaj dan Martin Eric Stephens. Mereka dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
“Bali Nine” merujuk pada sembilan warga Australia yang terlibat kasus penyelundupan 8,2 kilogram heroin di Bali pada 2005. Dari sembilan narapidana tersebut, dua di antaranya Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, telah di eksekusi mati pada 2015. Sementara itu, Renae Lawrence bebas pada 2018 dan Tan Duc Thanh Nguyen meninggal saat menjalani hukuman penjara seumur hidup.
Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional Kemenko Hukham Impas, Ahmad Usmarwi Kaffah, mengatakan pemindahan narapidana ini atas dasar kebijakan diskresi Presiden Prabowo Subianto. Dia menyebutkan, Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan mengatur bahwa dalam hal tertentu, narapidana dapat dipindahkan ke negara lain berdasarkan perjanjian.
Kendati demikian, Pasal 45 ayat 2 UU Pemasyarakatan mengamanatkan bahwa ketentuan mengenai pemindahan narapidana tersebut diatur dengan undang-undang turunan. Dalam hal inilah, kata Kaffah, presiden mengambil diskresi, yakni dengan memindahkan napidana tersebut berdasarkan pengaturan praktis (practical arrangement).
“Jadi sah-sah saja dari dua dimensi ada payungnya, payung kebijakan maupun payung dari pasal tersebut. Oleh karena itu, yang menjadi concern di sini adalah nilai-nilai kemanusiaan,” ungkapnya.
Kaffah juga mengatakan bahwa pemindahan narapidana oleh pemerintah Indonesia atas dasar niat baik Presiden Prabowo. Hal itu, katanya, untuk menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan hubungan baik Indonesia dengan negara lain.
Pemerintah Australia sudah sejak 2005 meminta kepada pemerintah Indonesia untuk transfer narapidana ini namun baru terealisasi saat ini. Begitu juga dengan pemerintah Filipina. Dia menegaskan tidak ada tekanan ke pemerintah Indonesia terkait pemulangan para terpidana tersebut.
Prinsip timbal balik
Pemindahan narapidana ini, katanya, juga berdasarkan prinsip resiprokal atau timbal balik. Artinya, menurut Kaffah, pemerintah Australia dan pemerintah Filipina wajib memenuhi keinginan pemerintah Indonesia bila ada narapidana WNI di kedua negara tersebut yang diminta untuk dipulangkan ke Indonesia. Ketika ditanya adakah daftar narapidana Indonesia yang akan dipulangkan, Kaffah menjelaskan hingga saat ini belum ada.
Direktur Eksekutif Diponogoro Center for Criminal Law Ade Adhari menjelaskan, keputusan pemerintah Indonesia untuk melakukan transfer prisoner terpidana “Bali Nine” dan Mary Jane merupakan respons terhadap permohonan Menteri Kehakiman Filipina Jesus Crispin Remulla yang meminta pemindahan Mary Jane dan permintaan Perdana Menteri Australia yang disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Peru.
Atas permintaan tersebut, tambahnya, negara harus meresponsnya dengan menyetujui permohonan tersebut atau tidak. Dalam hal ini, katanya, pemerintah memberikan persetujuan. Secara hukum, ungkapnya, keputusan untuk menyetujui permohonan itu seharusnya tidak hanya mempertimbangkan aspek menjaga hubungan internasional. Idealnya keputusan tersebut, tambahnya, harus didasarkan pada pertimbangan matang.
“Apa saja pertimbangan tersebut, yang pertama, sejauh mana pemindahan narapidana mampu mewujudkan ide rehabilitasi, resosialisasi, dan reintegrasi pelaku. Ide ini harus menjadi pertimbangan utama. Pemindahan harus dapat dipastikan meningkatkan keberhasilan memperbaiki dan mengintegrasi pelaku; Yang kedua memindahkan narapidana ke negara asal harus dapat dipastikan merupakan pilihan yang lebih manusiawi daripada mereka menjalani hukuman di Indonesia,” jelasnya.
Tidak ada pengampunan
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakata Yuril Ihza Mahendra menegaskan meskipun Mary Jane dan jaringan narkoba “Bali Nine” dipulangkan, pemerintah Indonesia tidak memberikan pengampunan apapun terhadap mereka. Ini, jelasnya, hanya sebagai bentuk pemindahan saja.
Pemerintah Indonesia, kata Yusril, menghormati keputusan hukum pengadilan Indonesia. Para narapidana “Bali Nine” juga dimasukan dalam daftar cegah tangkal (cekal) dan tidak bisa masuk kembali ke wilayah Indonesia. Australia juga akan memberikan informasi kepada Indonesia mengenai status dan perlakukan terhadap para anggota “Bali Nine” setelah pemindahan. (P-ht)