PRIORITAS, 16/12/24 (Aceh Barat Daya): Komoditi baru yakni minyak nilam yang sempat meroket harganya saat ini mulai turun. Seperti yang terjadi di Aceh Barat Daya (Abdya), provinsi Aceh, di mana sebelumnya sempat tembus pada posisi Rp 2,3 juta per kilogram, secara pelan terus turun dan saat ini berada pada kisaran Rp 1,7 juta perkilogram.
Namun, pergerakan turunnya harga minyak nilam ini tidak berlangsung secara drastis, tetapi sangat pelan dalam sebulan terakhir.
“Dalam 2-3 hari atau sepekan turun Rp 50.000/Kg nya. Pegerakan melemahnya harga nilam ini terus berlanjut dalam sebulan terakhir hingga pada titik terendah saat ini Rp 1,7/kg,’’ ujar ujar M. Ali seorang agen pengumpul hasil bumi di Aceh Barat Daya, Sabtu (14/12/24).
Minyak nilam kerap digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kosmetik, farmasi, dan aroma terapi yang berfungsi sebagai zat pengikat/fixative agent dan farmasi. “Indonesia merupakan negara produsen utama minyak nilam dunia, menguasai berkisar 95% pasar dunia.
Selain minyak nilam, juga anjlok minyak pala. Harga minyak pala dari Rp 950.000/kg juga bergerak turun dan saat ini berada dikisaran Rp 860.000/kg.
Menurunnya harga kedua jenis minyak atsiri ini, karena melesunya harga pasar dalam negeri. “Kalau harga pasar luar negeri saya tidak tahu, tetapi harga pasar dalam negeri memang terus melemah dalam sebulan terakhir,” katanya.
Ali menambahkan, turunnya harga minyak pala ini langsung berpengaruh pada pala basah di tingkat petani dari Rp 25.000/kg turun menjadi Rp 20.000/kg. Dijelaskan, pergerakan turunnya harga minyak nilam ini tidak berlangsung secara drastis, tetapi sangat pelan dalam sebulan terakhir.
“Begitu juga kejadian serupa dialami harga minyak pala,” jelasnya. Meskipun, harga nilam sudah melemah, lanjutnya, gairah masyarakat pesisir barat selatan Aceh untuk menanam nilam masih sangat tinggi.
Disebutkan, permintaan terhadap bibit nilam dari masyarakat masih sangat tinggi dengan harga rata-rata Rp 300/batang bibit. “Karena dengan harga yang berlaku saat ini, (komoditi minyak nilam) dinilai masih sangat ekonomis dan menguntungkan petani dalam usaha membudidaya tanaman nilam,” katanya.
Menurut Ali, anjloknya harga pala dengan harga yang ada saat ini, memang sangat memukul para petani. Karena dengan harga pala basah Rp 20.000/kg dinilai tidak ekonomis. Itu karena jumlah biaya panen yang dikeluarkan sangat mahal, terutama untuk ongkos kerja mencapai Rp 150.000/orang/hari.
“Kalau satu orang pekerja hanya mampu memanen sekitar 15 kg, kan hasilnya bagi dua dengan pemilik kebun,” ungkapnya seperti dilansir dari Serambinews.com. Maka diharapkan pemerintah untuk mencari solusi terkait harga pala yang harus bertahan pada harga yang layak dan menguntungkan petani.
“Kalau tidak tingkat minat petani membudidaya pala yang sudah banyak punah, akan terus menurun. Padahal Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya sebelumnya dikenal sebagai produksi pala terbesar di Aceh,” pungkasnya. (P-wr)