PRIORITAS, 29/4/2024 (Jakarta): Mahkamah Konstitusi (MK) menghadapi perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 dengan pemohon Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan, Hakim Konstitusi Arsul Sani bisa ikut menyidangkannya. MK menyebut tak ada larangan bagi Arsul ikut menyidangkan perkara, sekalipun ia merupakan eks kader PPP.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menegaskan tetap akan menjaga imparsialitas dan menjauhkan konflik kepentingan dalam penanganan perkara sengketa pemilu, baik dalam pemilihan anggota legislatif maupun presiden. Dalam kaitan dengan hal tersebut, MK sudah memutuskan untuk hakim konstitusi yang baru, Arsul Sani, tidak menangani perkara yang berkaitan dengan Partai Persatuan Pembangunan.
Selain Arsul, Hakim Konstitusi Anwar Usman juga tidak diperbolehkan untuk menangani perkara yang terkait dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Anwar Usman juga tidak akan turut serta memeriksa dan mengadili perkara sengketa hasil pemilihan presiden (pilpres). Seperti diketahui, Arsul merupakan mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Adapun Anwar Usman adalah paman dari Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep.
Dilansir kompas.com, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih mengungkapkan, MK harus tegak lurus terhadap asas-asas kekuasaan kehakiman, khususnya terkait dengan konflik kepentingan. Apabila ada konflik kepentingan, sudah seharusnya mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara secara otomatis.
Dalam kaitan dengan penanganan sengketa pemilu, MK akan memutuskan di dalam rapat permusyawarakatan hakim jika seorang hakim memiliki hubungan semenda atau perkawinan atau masih ada hubungan emosional. ”Otomatis paling tidak dipindah panelnya,” ujar Enny.
Dalam konteks Hakim Konstitusi Arsul Sani, menurut Enny, yang bersangkutan tidak akan menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan PPP.
Enny Nurbaningsih menyebutkan, Mahkamah belajar dari persoalan benturan kepentingan yang membuat eks Ketua MK Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran etika berat.
Menurut Enny, konflik kepentingan itu bisa berupa hubungan semenda dan sedarah yang memang diatur atau “hubungan emosional”, meskipun hakim yang bersangkutan telah mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi untuk bersetia kepada UUD 1945. “Itu sudah komitmen kami kalau ada kaitan dengan hal-hal yang masih berkaitan dari sisi undang-undang maupun emosionalnya itu menjadi bahan pertimbangannya,” ujar dia.
“Sesuai dengan pakta integritas yang sudah kami sepakati, jadi kami memang menghindari sedemikian rupa yang namanya konflik kepentingan sepanjang kemudian tidak sampai kurang dari 7 (hakim yang mengadili perkara). Minimal kan 7,” tambahnya.
Ia menyampaikan, sepanjang ada hubungan yang kemudian menyangkut konflik kepentingan di situ, sudah otomatis asasnya seorang hakim harus mengundurkan diri dari perkara. “Otomatis paling tidak dipindah panelnya, dia tidak akan menyelesaikan panel yang berkaitan dengan PPP,” kata dia.
Sisi lain, Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan sekaligus Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menyebut tak ada larangan bagi Arsul ikut menyidangkan perkara, sekalipun ia merupakan eks kader PPP. “Boleh (ikut menyidangkan). Meskipun dulu dia kader PPP, sekarang dia sudah jadi hakim dan sudah disumpah, jadi tidak apa-apa,” jelas Fajar dilansir Antara, Minggu (28/4/2024).
Meskipun Arsul Sani sempat menyatakan tidak ingin memproses dan mengadili perkara PHPU Pileg yang berkaitan dengan PPP, Fajar mengatakan MK tetap melibatkan Arsul dalam persidangan. “Karena kalau seperti itu, nanti mempersulit atau setidak-tidaknya jalannya persidangan jadi tidak lancar,” kata dia.
Hal tersebut berbeda dengan Hakim Konstitusi Anwar Usman yang tidak boleh ikut menyidangkan perkara PHPU di mana Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi pihak yang terlibat. Fajar mengatakan, keputusan tersebut berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
“Berbeda dengan Pak Anwar yang sudah ada putusan MKMK. Pak Arsul, kan, tidak ada putusan yang melarang, jadi tidak apa-apa,” kata dia.
Sebelumnya, MKMK memutuskan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam menangani perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Dalam salah satu poin kesimpulan, MKMK menyatakan bahwa Anwar Usman tidak boleh terlibat atau melibatkan diri dalam menangani PHPU yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan. Sebagai informasi, Anwar Usman merupakan paman dari Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep.
Pendapat serupa, Koordinator Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) Miftahul Arifin menilai keikutsertaan Hakim Arsul Sani dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif 2024 sudah sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Sebagaimana diketahui, MK memperbolehkan Arsul Sani ikut dalam sidang PHPU Pileg 2024 dengan pemohon Partai Persatuan Pembangunan (PPP). “Secara ketentuan dan peraturan tidak ada yang dilanggar bagi Arsul Sani dalam menangani PHPU pileg, termasuk juga di dalamnya PPP,” jelas Miftah dalam keterangan tertulis, Minggu (28/04/2024).
Ia meyakini tidak akan ada konflik kepentingan karena Arsul telah disumpah untuk selalu objektif dan taat pada konstitusi. “Saya hakkul yakin Arsul Sani memiliki integritas yang dapat memisahkan kepentingan individu dan kelompok. Sebab itu mari kita berikan kesempatan dan kepercayaan kepada beliau untuk bekerja dan memutuskan perkara dengan jujur, objektif dan adil,” tegasnya.
Miftah menjelaskan hakim adalah seorang negarawan yang selalu menjaga marwah kontititusi. Untuk itu, ia mengajak seluruh pihak memberi kepercayaan penuh kepada hakim-hakim konstitusi tersebut untuk memutuskan berbagai macam perkara atau perselisihan secara adil.
“Semua hakim konstitusi telah menjalani berbagai macam tes kelayakan, jadi semua hakim konstitusi termasuk juga Arsul Sani telah menyatakan komitmennya dalam menjaga independensi, integritas dan imparsialitas sebagai hakim MK,” pungkasnya. (P-DTK/wl)